BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar
belakang
Undang-undang SJSN dan BPJS
mengamanatkan kepada kita semua komunitas kesehatan untuk dapat menyediakan
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau bagi seluruh
masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus dapat menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan sampai ke daerah terpencil dan penduduk miskin.
Salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan adalah rujukan kesehatan. Rujukan
kesehatan dapat disebut sebagai penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan
kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain. Secara lengkap Prof. Dr. Soekidjo
Notoatmodjo mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang
lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya).
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan
bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama,
kedua dan ketiga, di mana dalam
pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan
tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke
tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor
pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan
berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat.
Sistem rujukan pasien dirasakan
masih belum efektif dan efisien masih banyak masyarakat yang belum dapat
menjangkau pelayanan kesehatan. Akibatnya, terjadi penumpukan pasien yang luar
biasa di rumah sakit besar tertentu.
B.
Tujuan
1. tujuan umum
Mahasiswa mengetahui Layanan Kesehatan
Rujukan
2. tujuan khusus
1. Mahasiswa mengetahui kebijakan pemerintah
tentang system rujukan
2. Mahasiswa mengetahui tingkatan pelayanan
kesehatan
3. Mahasiswa mengetahui sitem rujukan
nasional
4. Mahasiswa mengetahui tata cara rujukan
5. Mahasiswa mengetahui hambatan dan
tantangan dalam system rujukan
BAB 2
Teori dan Konsep
A.
Kebijakan
Pemerintah Tentang System Rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas
kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik,
baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke
strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti
antar sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
SISTEM
RUJUKAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
3
Sistem
Rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal
balik baik vertikal maupun horizontal.
Pasal
4
(1)
Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis
dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(2)
Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(3)
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4)
Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan
Pelaksanaan
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan ini dikembangkan atas dasar Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 032/Birhup/72 tentang
pelaksanaan Referal System, adapun batasan dan pengertian pada Bab I Ketentuan
Umum, Pasal 1 sebagai berikut:
“
Referal System adalah suatu usaha pelayanan kesehatan antara pelbagai tingkat
unit-unit pelayanan medis dalam suatu daerah tertentu ataupun untuk seluruh
wilayah Republik Indonesia.”
Prof.
Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap satukasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal
(antar unit-unit yang setingkat kemampuannya).
B.
Tingkatan
pelayanan kesehatan
Strata
pelayanan kesehatan yang dianut oleh setiap negara tidaklah sama, namun secara
umum, pelayanan kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi
tiga macam, yaitu:
a. Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama (Primary health care)
Pelayanan
tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok, yang sangat
dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan tingkat
pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.
Pelayanan ini yang lebih mengutamakan
pelayanan yang bersifat dasar dan dilakukan bersama masyarakat dan dimotori
oleh:
1. Dokter Umum (Tenaga Medis)
2. Perawat
Mantri (Tenaga Paramedis)
Pelayanan
kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan masyarakat
adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan
masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau kecelakaan.
Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian
besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di
perkotaan. Pelayanan kesehatan sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services)
Contohnya
: Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.
b. Pelayanan
Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary health care)
Pelayanan
kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah
bersifat rawat inap dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis.
Pelayanan
yang lebih bersifat spesialis dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis,
tetapi masih terbatas. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and
tertiary health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan
perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah
sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
Pelayanan
kesehatan dilakukan oleh:
1. Dokter
Spesialis
2. Dokter
Subspesialis terbatas
Pelayanan
kesehatan sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat (inpantient services)
Contoh
: Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.
c. Pelayanan
Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary health care)
Pelayanan
tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan
umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesialis.
Pelayanan
Kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan subspesialis serta subspesialis
luas. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:
1. Dokter
Subspesialis
2. Dokter
Subspesialis Luas
Pelayanan
kesehatan sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap
(rehabilitasi)
Contohnya:
Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.
Pelayanan
kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif
dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat
tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit.
Sebab
itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan
individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya
pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk
pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesma saja, tetapi juga
bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak langsung berpengaruh kepada
peningkatan kesehatan.
Menurut
pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat
dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran
Pelayanan
kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services)
ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo
practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan
kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health
service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama
dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan
masyarakat.
- Sistem Rujukan Nasional
Menurut
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2008) mendefinisikan system rujukan sebagai
suatu system penyelenggara pelayanan kesehatan yang melaksanankan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertical (dari unit yang lebih mampu menangani) atau secara horizontal
(antar unit=unit yang setingkat kemampuannya). Sederhananya, system rujukan
mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu
memeriksakan keadaan sakitnya.
Menurut PMK No 001 Tahun 2012
Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan pada pasal 3 menyatakan
bahwa system rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertical maupun horizontal. Pada pasal 4 ayat (1)
dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai
kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pasal 4 ayat
(2) pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pasal 4 ayat (3) pelayanan kesehatan
tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan
tingkat kedua atau tingkat pertama. Pasal 4 ayat (4) bidan dan perawat hanya
dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Pada pasal 4 ayat (5) dijelaskan bahwa ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) , ayat (3), dan ayat (4)
dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
Pada pasal 5 ayat (1) dijelaskan
bahwa system rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta kjaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan social dan pemberi pelayanan kesehatan. Pada
ayat (2) menyatakan peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti pelayanan
kesehatan yang berjenjang. Pada ayat (3) dijelaskan bahwa setiap orang yang
bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan social, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengikuti system rujukan. Pada Pasal 6 dijelaskan
bahwa dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan, dan peningkatan
efektifitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan
sesuai kebutuhan pasien.
![]() |
KEGIATAN
YANG TERCAKUP DALAM SISTEM RUJUKAN
1.
Pengiriman
Pasien
Pengiriman pasien rujukan
harus dilaksanakan sedini mungkin untuk perawatan dan pengobatan lebih lanjut
ke sarana pelayanan yang lebih lengkap. Unit pelayanan kesehatan yang menerima
rujukan harus merujuk kembali pasien ke sarana kesehatan yang mengirim, untuk
mendapatkan pengawasan pengobatan dan perawatan termasuk rehabilitasi
selanjutnya.
2.
Pengiriman
specimen atau penunjang diagnostic lainnya
a. Pemeriksaan
Bahan specimen atau
penunjang diagnostic lainnya yang dirujuk, dikirimkan ke laboratorium atau
fasilitas penunjang diagnostic rujukan guna mendapat pemeriksaan laboratorium
atau fasilitas penunjang diagnostic yang tepat.
b. Pemeriksaan
Konfirmasi
Sebagian specimen yang telah
diperiksa di laboratorium puskesmas, rumah sakit atau laboratorium lainnya
boleh dikonfirmasi ke laboratorium yang lebih mampu untuk divalidasi hasil
pemeriksaan pertama.
3.
Pengaihan
pengetahuan dan keterampilan
Dokter spesialis dari rumah
sakit dapat berkunjung secara berkala ke puskesmas. Dokter asisten spesialis /
residen senior dapat ditempatkan di rumah sakit kabupaten/kota yang membutuhkan
atau kabupaten yang belum mempunyai dokter spesialis. Kegiatan menambah
pengetahuan dan ketrampilan bagi dokter umum, bidan atau perawat dari puskesmas
atau rumah sakit umumkabupaten / kota dapat berupa magang atau pelatihan di
rumah sakit umum yang lebih lengkap.
4.
Sistem
informasi rujukan
Informasi kegiatan rujukan
pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan di catat dalam surat rujukan
pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan antara lain :
nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status pasien keluarga miskin (gakin)
atau non gakin termasuk umum, ASKES atau JAMSOSTEK, tujuan rujukan penerima,
nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnose,
tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang,
kemajuan pengobatan dan keterangan tambahan yang dipandang perlu.
Informasi balasan rujukan
dibuat oleh dokter yang telah menerima pasien rujukan dan setelah selesai
merawat pasien tersebut mencatat informasi balasan rujukan di surat balasan
rujukan yang dikirimkan kepada pengirim pasien rujukan, yang berisikan antara
lain : nomor surat, tanggal, status pasien keluarga miskin (gakin) atau non
gakin termasuk umum, ASKES atau JAMSOSTEK, tujuan rujukan penerima, nama dan
identitas pasien, hasil diagnose setelah dirawat, kondisi pasien saat keluar
dari perawatan dan follow up yang dianjurkan kepada pihak pengirim pasien.
Informasi pengiriman specimen
dibat oleh pihak pengirim dengan mengisi surat rujukan specimen, yang berisikan
antara lain : nomor surat, tanggal, status pasien keluarga miskin (gakin) atau
non gakin termasuk umum, ASKES atau JAMSOSTEK, tujuan rujukan penerima,
jenis/bahan specimen dan nomor specimen yang dikirim, tanggal pengambilan
specimen, jenis pemeriksaan yang diminta, nama dan identitas pasien asal
specimen dan diagnose klinis.
Informasi balasan hasil
peemriksaan bahan/specimen yang dirujuk dibuat oleh pihak laboratorium penerima
dan segera disampaikan pada pihak pengiriman dengan menggunakan format yang
berlaku di laboratorium yang bersangkutan.
Informasi permintaan tenaga
ahli / dokter spesialis dapat dibuat oleh Kepala Puskesmas atau Rumah Sakit
Umum Kab/Kota yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota atau oleh
Dinas Kesehatan Kab/Kota yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan
mengisi surat permintaan tenaga ahli dan menyebutkan jenis spesialisasinya,
waktu dan tempat kehadiran jenis spesialisasi yang diminta, maksud keperluan
tenaga ahli diinginkan dan sumber biaya atau besaran biaya yang disanggupi.
Infomrasi petugas yang
mengirim, merawat atau meminta tenaga ahli selalu ditulis nama jelas, asal
institusi dan nomor telepon atau handphone yang bias dihubungi pihak lain.
Keterbukaan antara pihak pengirim dan penerima untuk bersedia memberikan
informasi tambahan yang diperlukan masing-masing pihak melalui media komunikasi
bersifat wajib untuk keselamatan pasien, specimen dan alih pengetahuan medis.
D.
Tata
Cara Rujukan
Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan
Berjenjang :
1. Sistem
rujukan pelayanan kesehatan dilaksanankan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis, yaitu :
a. Dimulai
dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
b. Jika
diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua.
c. Pelayanan
kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan
dari faskes primer.
d. Pelayanan
kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan
dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan
kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan
pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi :
a. Terjadi
keadaan gawat darurat ; kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang
berlaku.
b. Bencana
; kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
c. Kekhususan
permasalahan kesehatan pasien ; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana
terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan.
d. Pertimbangan
geografis ; dan
e. Pertimbangan
ketersediaan fasilitas.
4. Pelayanan
oleh bidan dan perawat
a. Dalam
keadaaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan
dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokterdan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Rujukan
parsial
a. Rujukan
parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan
lain atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien
di fasilitas kesehatan tersebut.
b. Rujukan
parsial dapat berupa ;
1) Pengiriman
pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan.
2) Pengiriman
spesimen untuk pemeriksaan penunjang.
c. Apabila
pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan
oleh fasilitas kesehatan perujuk.
E.
Hambatan
dan Tantangan Dalam System Rujukan
Tantangan dalam sistem
rujukan di Indonesia
Dalam melaksanakan sistem rujukan di Indonesia banyak
mengalami kendala antara lain :
1.
Banyaknya masyarakat yang belum memahami
mengenai sistem rujukan
Dalam
hal ini, pengetahuan masyrakat mengenai alur rujukan masih sangat kurang. Masyarakat kebanyakan cenderung mengakses
pelayanan kesehatan terdekat atau mungkin paling murah tanpa memperdulikan
kompetensi institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan. Padahal sitem
rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang,
yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam
pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan
tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke
tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya.
2. Kendala jarak
Faktor
yang mempengaruhi akses masyarakat ke rumah sakit adalah faktor geografis.
Dalam arti fisik, kendala geografis di darat berhubungan erat dengan kondisi
jalan, ketersediaan transportasi dan pengaruh musim atau cuaca. Semakin jauh
jarak secara geografis, maka pengorbanan biaya dan waktu menjadi semakin besar.
3. Kuantitas
dan kualitas tenaga pelaksana belum merata, masih ada puskesmas yang tidak
mempunyai tenaga dokter. Bahkan masih ada suatu daerah yang tidak memiliki
dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis
4. Belum
meratanya tenaga kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang ada tidak
sebanding dengan jumlah masyrakat yang berobat
5. Kesiapan
tenaga kesehatan yang masih kurang. Pelayanan
berlebihan (overuse), kurang pas (underuse), dan kurang tepat (mis- use) dalam
memberikan layanan medik masih menjadi masalah. Hal itu terjadi dalam
diagnosis, peresepan obat, tes laboratorium, atau prosedur layanan lain.
6. Belum jelasnya mengenai standar pelayanan,
standar tarif, dan standar biaya dalam sitem rujukan
Dari kendala diatas maka tantangan dalam
menjalankan sitem rujukan sendri antara lain :
1. Kesiapan
pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemrintah daerah dalam meningkatkan
pengetahuan masyrakat mengenai sitem rujukan sendiri
2. Kesiapan
pemerintah dalam memperbaiki akses rujukan, perbaikan transportasi dan
perbaikan infrastruktur
3. Dukungan
profesi untuk secara konsisten menerapkan pelayanan yang efisien, efektif dan
berkualitas melalui penerapan clinical pathways dan kaidah-kaidah evidence
based
4. Partisipasi
aktif profesi dalam menyusun standarisasi pelayanan
5. Kesediaan
untuk meningkatkan kompetensi bagi tenaga kesehatan
6. Kesiapan
untuk mengisi kebutuhan Profesi diseluruh wilayah guna pemerataan tenaga
kesehatan
7. Institusi
pendidikan membantu Pemerintah dalam penyediaan tenaga kesehatan yang kompeten
dan profesional

Kendala
yang mungkin terjadi dalam pemberlakuan sistem rujukan hingga kini masih sering
terjadi. Meskipun Depkes telah memberikan acuan langkah yang tepat dalam
pelaksanaan sistem rujukan diserta dengan upaya pemerintah seperti yang
dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat yang juga mengeluarkan instruksi tentang
pembebasan penderita dengan resiko tinggi juga masih belum dapat berjalan.
Berikut adalah beberapa hambatan dan tantangan dalam pemberlakuan sistem
rujukan :
a. Kendala
jarak, dalam hal ini masyarakat merasa kesulitan untuk menjangkau fasilitas
kesehatan dan rujukan. Terutama masyarakat yang tinggal dipedesaan yang
kemudian sulit untuk mendapatkan transportasi untuk mencapai sarana kesehatan
b. Sosio-ekonomi
masyarakat yang masih kurang
c. Sosial
budaya masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem rujukan yakni sifat masyarakat
yang masih takut untuk dirujuk sehingga memperlambat proses rujukan. Contohnya
adalah proses persalinan, dimana masyarakat lebih mempercayai untuk melahirkan
didukun ketimbang dengan tenaga kesehatan
d. Tenaga
yang masih kurang
e. Pengetahuan
dan keterampilan yang masih kurang
f. Prosedur
yang berbelit-belit, belum efektif dan efisien.
g. Sikap
dan perilaku petugas yang kurang mendukung
h. Dukungan
dari pemerintah daerah yang optimal
Kendala
pendanaan juga dapat menjadi hambatan dalam proses rujukan. Berikut adalah
hal-hal yang terdapat didalamnya :
a. Adanya
persepsi yang salah mengenai rumah sakit swadana
b. Dana
yang turun terkotak-kotak (fragmented)
c. Belum
ada dana khusus untuk menanggulangi pembebasan biaya penyakit
d. Laporan
jumlah dan jenis kasus pembebasan atau pengurangan biaya rumah sakit yang belum
tercantum dalam RL
Kemampuan
Rumah Sakit sebagai pembina puskesmas juga tidak luput dari perhatian dalam pengembangan
sistem rujukan ke arah yang lebih baik. Kendala yang mungkin terjadi khususnya
dalam bidang rekam medik yang antara lain dapat disebabkan oleh :
a. Tenaga
profesional rekam medik masih kurang
b. Kualitas
tenaga yang ada belum seperti yang diharapkan yakni terkait pengetahuan dan
keterampilan yang kurang
c. Metode
kerja belum efektif dan efisien
d. Belum
semua status terisi dengan lengkap dan benar
e. Pengertian
suatu Rumah Sakit sebagai sebuah sistem yang belum dihayati oleh semua petugas
f. Sikap
dan perilaku petugas
Koordinasi
dengan Dinas Kesehatan yang masih kurang meskipun berbagai upaya yang telah
dilakukan baik di tingkat Provinsi antara lain diadakannya temu kerja dengan
harapan akan menghasilkan upaya-upaya untuk mengendalikan kendala dan
peningkatan mutu sistem pelayanan kesehatan.
BAB 3
Penutup
3.1
Kesimpulan
Secara sederhana, sistem rujukan mengatur darimana dan
harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan
sakitnya. Sistem rujukan merupakan upaya kesehatan suatu tatanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik
secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara
rasional.
3.2 SARAN
Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan
ditujukan pada kasus yang tergolong beresiko tinggi. Perawat sebagai tenaga
kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk pasien ke fasilitas kesehatan
rujukan secara optimal dan tepat waktu.
Referensi
Pustaka
BPJS
Kesehatan. 2014. Panduan Praktis Sistem
Rujukan Berjenjang. binsos.jatengprov.go.id/file%20pdf/rujukan.pdf. diakses
pada tanggal 8 Oktober 2014.
DINKES PEMPROV NTB. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (online). Diambil dari http://www.batukarinfo.com/
diakses pada tanggal 09/10/2014
Dinas
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
dr. Henny Djuhaeni. Kebijaksanaan Sistem Rujukan Propinsi Jawa Barat Dalam Program Audit
Maternal Perinatal Dan Permasalahannya. 1994. Bandung
Depkes RI. Sistem Rujukan
Terstruktur dan Berjenjang dalam Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasional
(Regionalisasi Sistem Rujukan). Online. http://buk.depkes.go.id.
Diakses tanggal 10 Okt. 14
Zulhadi, Laksono T., Siti N Z.
Problem dan Tantangan Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah dalam Mendukung
Sistem Rujukan Maternal di Kabupaten Karimun Provinsi Kepri Tahun 2012 Volume
2. 2013. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar